Investing.com - Rupiah berakhir melemah pada penutupan perdagangan Senin (04/05) petang terhadap dolar Amerika Serikat setelah BPS merilis data Inflasi tak biasa turun 0,08% dan PMI manufaktur Markit juga turun. Menambah sentimen negatif yakni ancaman tarif bea impor lagi dari AS soal awal mula virus covid-19 sehingga meningkatkan ketegangan AS-Cina.
Sampai pukul 14.42 WIB, rupiah ditutup jatuh 1,51% di 15.100,0 per dolar AS menurut data Investing.com. Pergerakan rupiah hari ini berkisar di rentang 14.875,0 - 15.135,0.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,74% di Rp 14.935/US$ mengutip CNBC Indonesia Senin (04/05). 1 Jam kemudian, rupiah merosot lebih dari 2 kali lipat sebesar 1,59% di Rp 15.060/US$ yang menjadi level terlemah intraday hingga siang ini.
Setelah mencapai level tersebut, posisi rupiah sedikit membaik, berada di level Rp 15.050/US$ atau melemah 1,52% hingga penutupan perdagangan.
Sementara itu lapor Bisnis.com Senin (04/05), kurs rupiah menyentuh posisi Rp15.073 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) hari ini, Senin (4/5). Data yang diterbitkan Indonesia pagi ini menempatkan kurs referensi Jisdor di level Rp15.073 per dolar AS, menguat 84 poin atau 0,55 persen dari posisi Rp15.157 pada Kamis (30/4/2020).
Sentimen dari luar negeri memburuk setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bisa saja mengenakan bea masuk impor akibat cara penanganan virus corona yang dilakukan China sehingga menjadi pandemi global. Selain itu, Trump juga menuduh virus corona berasal dari Institut Virologi Wuhan, sebuah laboratorium di China. Bahkan ia yakin akan hal itu.
Masih belum cukup tekanan dari luar negeri, data ekonomi dari dalam negeri juga memberikan pukulan bagi rupiah. IHS Markit melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia di angka 27,5. Jauh menurun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5 dan menjadi yang terendah sepanjang pencatatan PMI yang dimulai sejak April 2011.
Senada lanjut laporan, analis pun turut menyampaikan hal mengenai penguatan dolar AS ini karena meningkatnya ketegangan antara AS dengan dibalik penyebaran virus corona.
Selain itu, siang ini Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan inflasi selama bulan April 2020 sebesar 0,08 persen month to month (mtm). Wabah corona membuat penurunan daya beli di sejumlah daerah. Bahkan ada yang mencatatkan deflasi.
Inflasi April 2020 ini lebih rendah dari inflasi Maret sebesar 0,10 persen. Inflasi tahun kalender per April 2020 sebesar 0,8 persen dan inflasi tahun ke tahun 2,67 persen.
Dari 90 kota IHK, 39 kota mengalami inflasi dan 51 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Baubau sebesar 0,88 persen dengan IHK sebesar 103,16 dan terendah terjadi di Cirebon, Depok, dan Balikpapan masing-masing sebesar 0,02 persen dengan IHK masing-masing sebesar 102,74; 105,84; dan 103,27.
Sementara itu mengutip Liputan6 Senin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasri mengatakan fluktuasi pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD memberi dampak pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor migas.
Arifin melanjutkan, penerimaan PNBP pada sektor migas sangat bergantung pada harga minyak atau Indonesian Crude Price (ICP). Kemudian juga sangat tergantung terhadap nilai tukar mata uang Garuda terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Dia menambahkan, setiap pelemahan 1 USD terhadap Rupiah maka negara kehilangan pendapatan sekitar Rp3,5 triliun. Sementara itu perubahan nilai tukar setiap Rp100 akan berdampak sekitar Rp0,7 triliun kepada penerimaan negara.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Rupiah Jatuh Senin Petang Pasca Lemahnya Data Manufaktur dan Inflasi RI"
Post a Comment