Investing.com - Investor dalam negeri pun bersorak gembira awal pekan ini. Pasca tembus level psikologis 15.000, kini rupiah pun melewati level 14.900 pada penutupan perdagangan Senin (11/05) petang. Pergerakan ini terjadi pasca Menteri RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sepanjang Januari-Maret 2020 terjadi arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia Rp145,28 triliun dan rilis laporan penelitian ECB soal inflasi serta kaitannya dengan mata uang euro.
Mengutip data Investing.com, rupiah ditutup menguat 0,17% di 14.895,0 per dolar AS sampai pukul 14.56 WIB. Sepanjang awal pekan ini rupiah bergerak di kisaran 14.890,0 - 14.945,0.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah melemah tipis 0,07%, tetapi tidak lama rupiah langsung menguat 0,27% ke Rp14,850 / US $ melansir laporan CNBC Indonesia Senin (11/05). Setelahnya, rupiah malah berbalik menurun menjadi 0,2% ke Rp14.920 / US $.
Rupiah kemudian menghabiskan perdagangan di level US$ 14.890/US$ alias stagnan, sebelum akhirnya menguat 0,27% ke Rp 14.850/US$.
Gubernur Perry mengatakan pekan lalu dalam jangka pendek rupiah memang akan naik turun dipengaruhi faktor teknikal, dan perkembangan situasi global. Rupiah di Rp 15.000/US$ di akhir tahun yang diungkapkan oleh Perry memberikan dampak psikologis di pasar, para investor tentunya melihat jika rupiah kembali menguat tidak akan jauh dari level tersebut. Sehingga perlu momentum yang lebih besar agar rupiah bisa melaju kencang lagi.
Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati hari ini mengatakan dampak Covid-19 ke sektor keuangan jauh lebih buruk dibandingkan krisis finansial global 2008. Dalam jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) periode kuartal I-2020 hari ini, Senin (11/5/2020), Sri Mulyani mengungkapkan sepanjang Januari-Maret 2020 terjadi arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia yang mencapai Rp 145,28 triliun.
Sebagai gambaran, arus modal keluar (capital outflows) kala krisis keuangan global 2008-2009 adalah Rp 67,9 triliun dan kala taper tantrum 2013 yang sebesar Rp 36 triliun.
Kabar pasar luar negeri, dampak pergerakan nilai tukar euro terhadap inflasi telah menurun, dan dampaknya terhadap harga konsumen kawasan euro hampir tidak signifikan, penelitian terbaru dari Sentral (ECB) mengindikasikan pada hari Senin.
Setelah menggarisbawahi target inflasi selama tujuh tahun terakhir menurut laporan Reuters Senin (11/05) petang, ECB telah menerbitkan kebijakan moneter sangat longgar dengan menghadapi beberapa tudingan, termasuk dari Presiden AS Donald Trump bahwa ECB tengah mencari keuntungan dari perdagangan yang tidak adil dengan mata uang yang lemah.
Di kala mata uang euro yang lebih lemah memang menaikkan harga impor, dampak pada langkah utama bank sentral, yang disebut indeks harga konsumen harmonis (HICP) hampir tidak signifikan, kata ECB.
"Depresiasi 1% euro meningkatkan harga impor total di kawasan euro dan negara-negara anggotanya dengan rata-rata sekitar 0,30% dalam setahun," kata ECB dalam artikel publikasi.
"Selama periode yang sama, angka utama HICP naik sekitar 0,04%, meskipun perkiraan tidak selalu berbeda secara signifikan dari nol," tambahnya, mencatat bahwa angka-angka ini lebih rendah daripada banyak perkiraan sebelumnya.
Makalah artikel ECB tersebut menambahkan bahwa estimasi nilai tukar terhadap harga konsumen "tidak signifikan secara statistik" untuk tahun-tahun yang diteliti.
ECB menargetkan inflasi tepat di bawah 2% tetapi sekarang menghadapi prospek pertumbuhan harga negatif setelah jatuhnya harga minyak.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Rupiah Ditutup Menguat, ECB Nilai Pergerakan Euro Tidak Berdampak Pada Inflasi"
Post a Comment